Bulan Syawal sudah mau berakhir, tapi rasa-rasanya ingatan selama lebaran belum juga terlewat. Terutama saat mudik di ke rumah nenek. Unggahan foto di IG-ku saja masih dari hari-hari selama di sana. Mudik ke rumah nenek memang rutin tiap lebaran walau pun kadang kapan saja bisa berangkat ke sana kalau ada perlu. Tapi kali ini yang berbeda dan layak jadi posting blog adalah banyak keluar explore dan hunting foto.
Rumah nenek, bangunan lawas yang masih kokoh berdiri.
Aku akan mulai bercerita dari hari kedua. Hari pertama tidak kemana-mana karena sampai di sana sudah malam. Hari kedua biasanya dihabiskan dengan bersilaturahmi ke rumah kerabat. Banyak yang harus dikunjungi. Yang unik dari Trenggalek saat Hari Raya. Jalan-jalan kampung bahkan jalan utama tidak luput dari hiasan rumbai-rumbai dan lampu warna-warni. Menjadikan suasana Idul Fitri semakin semarak.
Besoknya atau hari ketiga. Pagi-pagi sekali kami berangkat ke pasar. Belanja segala macam kebutuhan harian, terutama bahan makanan untuk dimasak, seperti sayuran, ikan laut, bumbu-bumbu dan banyak lainnya. Selain itu yang tidak terlewatkan saat ke pasar adalah beli jajan. Yang paling khas di Trenggalek adalah Sumpil. Kami beli banyak saat itu.
Pasar Gandusari.
Sayur-mayur di Pasar Gandusari.
Menghitung hasil berdagang hari ini.
Menanti pembeli menghampiri.
Dulu Sumpil aku kira makanan seperti kerang atau dari hewan hidup lainnya, tapi ternyata semacam sayur tewel dengan kuah yang pedas. Biar kenyang makannya dengan lontong. Biar gurih makannya pakai tempe yang dibalut tepung. Kadang tempenya tipis sekali dan balutan tepungnya tebal sekali, menjadikannya alot saat digigit. Semuanya itu kalau dibeli sudah disajikan satu porsi. Kemudian ada juga bubur sruntul dan cenil yang lebih umum.
Pulang dari pasar, langsung menyantap makanan yang telah dibeli.
Sore, karena tidak ada agenda untuk keluar bersilaturahmi. Aku berangkat keluar sendiri, penasaran dengan yang namanya Terowongan Niyama. Lokasi yang telah aku tandai di peta beberapa hari sebelumnya. Kabar Berita Terowongan Niyama dulunya mulai dibangun saat masa pendudukan Jepang, kemudian mandek saat kemerdekaan Indonesia. Pengerjaan terowongan dilanjutkan lagi saat Tulungagung mengalami kebanjiran tiap kali Sungai Berantas meluap. Sehingga terowongan ini dibangun memang untuk mengatasi banjir di Tulungagung. Tapi kemudian aliran air dari terowongan ini juga dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air.
Namun sayang, area Terowongan Niyama yang kini dibawah naungan PLTA tidak dapat diakses langsung. Areanya terutup. Ya mungkin akan berbahaya juga kalau diakses banyak orang. Selain itu pembangkit listrik merupakan obyek vital negara. Kita hanya bisa melihat dari jauh.
Sungai yang menuju terowongan Niyama.
Ujung Sungai Niyama, dari sini sungai akan langsung bertemu laut.
Karena rasa penasaran terhadap Terowongan Niyama sudah terpenuhi. Ada jalan masuk di dekat area terowongan niyama yang membuat penasaran. Aku pun menyusurinya dan ternyata benar saja, jalan itu menuju PLTU yang dekat dengan pantai, Pantai Sidem. Sebenarnya sudah dekat juga dengan Pantai Popoh tapi aku gak eksplor sampai ke sana, sudah sore dan surup, aku buru-buru pulang saja.
Pantai Sidem.
Menyeduh teh hitam di teras rumah nenek.
Hari terakhir sebelum pulang, pagi-pagi setelah bangun tidur aku menyempatkan bersantai di teras rumah nenek sambil menyeduh teh.
Selain foto-foto di sini, aku juga membagikan foto-foto lain selama lebaran di Trenggalek kemarin ke steller.
Comments
Post a Comment