Awalnya Saya pikir begitu, di bulan-bulan ini yang biasanya sudah berganti musim berkegiatan di luar ruangan seharusnya tidak terlalu panas. Tapi nyatanya kemarin tidak begitu. Saya mulai berangkat dari base camp pukul setengah delapan pagi. Dua jam kemudian sampai di puncak yang sedang mendung tipis tapi tetap terasa panas dan tanpa semilir angin. Keringat mengucur deras sampai basah kuyup. Lengkap sudah rasanya seperti jalan-jalan di Gresik.
Puncak Bukit Semar yang sedang mendung. |
Oh ya, sedikit profil tentang Bukit Semar ini. Bukit ini terletak pada ketinggian 933 mdpl, tidak lebih tinggi dari Pacet. Pada ketinggian ini hawa-hawa sejuk hampir tidak ada. Bukit Semar beralamat di Kecamatan Gondang, sampean kalau mau ke sini harus ke Desa Dilem, base camp terletak dekat dengan Balai Desa Dilem. Yang menjadi daya tarik utama dari bukit ini adalah barisan puncak perbukitan sebelah barat dari Gunung Anjasmoro, apa aja itu? Ada yang bilang Kemukus, Biru, Punuk Sapi, apalah itu namanya masih ada lagi. Memang ketika pagi atau sore dan langit sedang cerah, pemandangnya indah sekali. Tapi kemarin waktu saya ke sana sudah agak siang dan sedang mendung, jadi puncak-puncaknya itu tertutup mendung/kabut semua.
Jalur menuju Bukit Semar sepanjang 4,8 km, hampir lima kilo. Dari base camp ke Pos 1 berjarak 1,8 km dengan kontur landai. Pos 1 ke Pos 2 berjarak 1 km, nah ini mulai banyak tanjakan yang melelahkan. Pos 2 ke Pos 3 berjarak 1 km juga, masih menanjak di awal-awal kemudian separuhnya agak landai. Pos 3 ke puncak berjarak 1 km juga tapi rasa-rasanya tidak sejauh itu, landai tapi ada tanjakan sedikit juga, tapi tidak se-ndangak pos 1 ke pos 2. Jalur ini sepertinya akhir-akhir ini jarang didaki karena di beberapa titik semak belukarnya hampir menutup jalur.
Mendaki ke Bukit Semar jalurnya tidak semenyenangkan jalur pendakian lain yang ada di sekitar Pacet dan Trawas. Karena selain panas sepanjang jalur rasa-rasanya seperti jalan-jalan di kebon. Feeling masuk hutannya kurang dapet, padahal tempat ini masuk dalam kawasan Tahura R. Soerjo, ya mungkin di beberapa tempat sampai mendekati pos 3 banyak lahan dibuka untuk perkebunan. Tapi ada yang seru juga, mendekati pos 1, jalur melipir dengan sungai kecil yang airnya jernih. Nah, pas di pos 1 ternyata ada sumber air. Debitnya lumayan deras, kalau mau isi air sebentar saja botol sudah penuh. Ada kran air yang menyalurkan air dari sumber. Mata air di pos 1 ini dirawat oleh desa setempat. Dibangun kolam-kolam penampung air yang kemduian dialirkan melalui pipa ke desa. Jadi mari kita jaga bersama sumber ini, jangan mengotori, kalau mau ambil air ambil dari kran yang sudah disediakan saja. Sumber di pos 1 ini juga menjadi titik terakhir untuk bisa mendapatkan air, sehabis ini tidak ada lagi sumber atau aliran air lagi. Di pos 1 ini juga ada warung.
Menyebrangi sungai sebelum pos 1, pulangnya Saya mampir mandi di sini. |
Sumber yang ada di pos 1. |
Selepas dari pos 1, berjalan sebentar saja akan ketemu dengan tanjakan yang lumayan melelahkan, tidak terlalu ekstrem sebenarnya. Orang-orang menamai tanjakan ini dengan tanjakan Iprit. Di bulan menjelang akhir tahun biasanya sudah hujan, tapi kali ini belum sehingga masih terasa panas. Tetapi di sekiar Bukit Semar sepertinya sempat hujan sebentar. Ini saya dapati ketika melihat jalur yang tidak berdebu bahkan di beberapa titik ada yang masih becek. Beruntung dengan kondisi ini karena kalau tidak maka jalur akan berdebu parah, mendaki akan makin susah.
Sampai di pos 2 tidak ada apa-apa. Hanya tanah rata yang agak lapang untuk beristirahat. Setelah itu kalau melanjutkan perjalanan masih akan menanjak untuk setengah jarak menuju pos 3. Di pos 3 ini sepertinya masih bisa diakses dengan motor tapi harus lewat jalur lain, dari desa lain yang berbeda dengan base camp. Saya sempat bertemu dengan petani setempat yang sedang merawat kebun porang. Ia membawa semprotan dan ada motor yang sedang diparkir. Dari jalur ini juga terlihat desa sebelah yang sudah terbuka lahannya untuk berkebun. Di pos 3 saya beristirahat sejenak.
Ada pohon besar tapi gak banyak. |
Bunga di tepi jalur. |
Pada peta jalur yang dipampang di base camp, dari pos 3 ke puncak Bukit Semar berjarak sekitar 1 km. Tetapi setelah saya jalani sepertinya tidak sejauh itu, karena setelah berjalan sebentar dengan sedikit tanjakan saya sudah sampai di puncak Bukit Semar. Mungkin karena jalurnya banyak landai jadi tidak terlalu terasa.
Sesampainya saya di puncak, sebagai pendaki tek-tok tentu saja kegiatan berikutnya adalah foto-foto, heheh.. Puncak Bukit Semar lumayan luas untuk berkemah, bisa muat beberapa tenda. Saat itu saya juga ketemu dengan pendaki lain yang sedang berkemah. Mereka menginap dari hari kemarin. Saya tidak terlalu lama di puncak, hanya selama seduhan kopi habis, ya meskipun tek-tok Saya sempatkan untuk masak air dan bikin kopi dan menikmatinya di sana. Puncak Bukit Semar waktu itu terasa panas meski sedang mendung, semilir angin juga tidak-ada. Pohon-pohon yang ada di puncak juga tidak berdaun lebat. Itu lah yang membuat saya buru-buru turun setelah menghabiskan kopi.
Berfoto di puncak Bukit Semar. |
Perjalanan turun terasa cepat, memang begitu setiap main ke gunung. Meski ini bukan jalur yang ekstrem, sampean tetap harus hati-hati terutama di antara pos 1 dan pos 2 yang meski tidak basah jalurnya terasa licin, tanah berdebu jika dipijak seperti prosotan. Sampai di pos satu saya beristirahat agak lama, ambil air dari sumber lagi untuk diminum. Warung yang tadi waktu berangkat masih tutup sekarang sudah buka. Mampir beli es juga.
Habis minum es dan ngobrol saya lanjutkan perjalanan pulang. Tidak jauh dari pos 1 saya mampir ke sungai yang ada di sebelah jalur. Buka baju dan mandi di sungai, wah segar sekali. Setelah berkeringat basah dan panas-panasan kemudian nyemplung ke air sungai. Segar.
Comments
Post a Comment